Pembulian di negara se-hormat dan se-sopan Jepang?
Kalian pernah ga sih liat konten-konten yang menujukkan pengalaman orang Indonesia yang tertindas atau dibuli di tempat kerjanya di Jepang? Atau mungkin kalian yang mengalaminya secara langsung? So, orang Jepang tuh sebenernya orang-orang yang "rasis" atau "pembuli" kah? Yuk aku mau coba bahas mengenai hal ini.
Disclaimer dulu, kali ini aku mau menggabungkan berbagai macam cerita-cerita orang mengenai pengalaman mereka mengenai pengalaman mereka selama bekerja di Jepang. So, aku ga bisa jamin perlakuan di tempat kerja atau lingkunan kalian bakal sama dengan yang aku ceritakan. Karena balik lagi ya, Jepang itu luas, jadi aku ga bisa nyamain semuanya gitu.
Oke, aku mau coba ceritain dulu berbagai macam pengalaman mereka di Jepang yang pernah aku denger atau bahkan yang kebetulan lewat di FYP aku nih. Banyak yang ngaku pernah dibuli selama bekerja di Jepang. Ada yang cuman sekedar dijailin, sampai ada yang bilang 2 tahun kerja di Jepang selalu dibuli. Meskipun dari setiap berita-berita pembulian itu aku nangkep kebanyakan adalah para peserta "magang".
Angka pembulian atau ijime itu sendiri di Jepang udah cukup tinggi ya. Aku sempet kaget waktu baca berita di internet yang bilang jumlah pembulian yang tercatat di tahun 2022 ada 681.948. Ini terjadi di kalangan sekolahan aja, tapi menurut kalian apa ga mungkin kebiasaan ijime ini menular sampe ke usia dewasa? Orang Jepang yang terkenal atas budaya kesopanan dan menghormatinya, ternyata masih ada budaya yang tercela seperti pembulian. Jumlah tadi terhitung pembulian sesama orang Jepang, nah ke kita yang orang Indonesia gimana? orang asing yang kondisinya ketika ada masalah bisa jadi bakal dipulangkan ke negaranya, ya mereka bisa jadi lebih enteng ya lebih enak aja gitu ngelakuinya.
Kita ngadu ke atasan pun responnya ga selalu bagus, seperti "ya udah biarin aja ga usah dimasalahin", ada juga "dia mah memang gitu orangnya", dan lain-lain. So, terkadang para peserta magang pun kesulitan menyelesaikan masalahnya, dan berujung berusaha bertahan dengan berpura-pura ga terjadi apa-apa.
Aku baru cerita soal kondisi yang udah terjadi di program magang nih, terus kedepannya gimana?
Magang Jisshusei udah mulai dihilangkan, dan akan diganti dengan Ikusei Shuurou. Di artikel sebelumnya aku sempat share juga ya soal ini, salah satu alasan program magang dihapus karena banyak terjadi pembulian atau perlakuan yang tidak etis selama program magang berjalan. So, Ikusei Shuurou ini akan dikontrol dan diawasi juga oleh pemerintah. Apakah perusahaan penerima akan menerima tekanan dari pemerintah? Ataupun cara pemerintah, tapi kita bisa berharap kedepannya selama berjalannya Ikusei Shuurou ini kasus pembulian atau ijime bisa dihilangkan atau setidaknya bisa lebih diminimalisir lah ya.
Nah kalau di luar kasus magang gimana? Apakah banyak terjadi pembulian?
Sependengaran aku sih lebih sedikit ya. Malah saking jarangnya aku hampir ga pernah denger kasus pembulian untuk pekerja profesional di Jepang, tapi balik lagi ga menutup kemungkinan terjadi ya. Karena mereka yang kerja menggunakan visa gijinkoku itu mereka yang udah punya skill bahasa Jepang yang bagus, sehingga ga ada masalah ketika berkomunikasi dengan rekan kerja di Jepang. So, ga aneh donk kalau mereka bisa lebih gampang dapet teman selama di Jepang? Malah aku banyak denger cerita mereka yang dapet jodoh di Jepang.
So, dari cerita itu apakah kalian ngerasa bahwa belajar bahasa Jepang cuman sampai standar minimal untuk visanya saja sudah cukup? Terlepas dari menghidari pembulian pun, sebenernya bahaya loh kalau kalian ngerasa lulus N4 atau JFT Basic A2 itu udah cukup sampai berhenti untuk lanjut naik level. Untuk berangkatnya aja sih udah bisa, tapi siap-siap ketika di Jepang kalian akan berada di kondisi yang lebih sulit untuk mendapatkan teman, sahabat, atau bahkan memperluas koneksi.
Supaya bisa meminimalisir pembulian pun kita perlu naik level skill kita terus guys, kalau level skill kita tinggi kan minimal kita bisa nunjukkin kita tuh bukan orang yang bisa dibuli seenaknya. So, kalian mau sampe kapan merasa nyaman dengan skill bahasa Jepang yang pas-pasan?